Pendidikan secara difinisi adalah perbuatan sadar untuk merubah keadaan dari tidak tahu menjadi tahu, disertai dengan perubahan tingkah laku (prilaku) kearah yang positif/kearah yang lebih baik sesuan norma agama, norma masyarakat dan negara.
Dibeberapa negara kawasan Asia, Eropa, Amerika dan negara maju lainnya, seorang kepala negara atau seorang Jenderla angkatan bersenjata “fasih” bermain piano, bermain saxophone, violin atau alat musik lainnya.
Banyak juga ilmuan, yang memiliki hoby bahkan terampil bermain basket, bulu tangkis, bela diri dan berbagai jenis olah raga. Bahkan di negara lain banyak pemimpin atau rakyat biasa memiliki multi talenta, seorang rektor universitas sekaligus pemanjat tebing atau pembalap di jalur-jalur berbahaya.
Di Indonesia menjadi berbeda ada semacam persepsi yang bersifat identik. Kecerdasan, ilmuan, intelektual, identik dengan orang-orang bertubuh kecil, dan sering sakit-sakitan, tidak terlalu terampil olah raga, cenderung tertutup, dan agak kurang bergaul apalagi sampai mengikuti trend mode dan gaya.
Seniman, kecuali yang profesional, identik dengan hidup “apa adanya” lusuh, tidak terawat, kadang makan terkadang tidak yang penting asyik asyik saja asal “kopi dan rokok tersedia”
Jika yang bebadan “tegap dan berpostur besar” seakan akan memiliki tato yang tersembunyi dibelakang pakaiannya, atau ada juga yang terlihat secara nyata bahkan sengaja memamerkannya, agar terlihat lebih sangar. sehingga dipersepsikan mereka adalah debt collector, preman, “tukang gebuk” berbadan besar seakan akan tidak suka berfikir dan berseni. Ini hanya pesrsepsi saja, maka terkadang kita menemukan ketika orang orang mengkritik Presiden SBY, tersebut dengan “Percuma Bertubuh Besar Tapi Tidak Mikir” tetapi pasti bukan karena itu juga lalu SBY terpaksa mengarang lagu dan bermutasi menjadi artis.
Presiden SBY mungkin memang seperti itu dikaruniai postur yang ideal sebagai seorang presiden, gemar berolah raga sekaligus menggemari musik, indentik dengan banyak kepala negara di belahan dunia lainnya.
Tentu persepsi dan fenomena di atas bukanlah gambaran khas Indonesia, dan tidak selalu seperti itu, namun demikian seperti itulah secara umum yang berlaku dan dipersepsian oleh orang-orang.
Kenapa hal di atas bisa terjadi, mungkin saja karena pendidikan Indonesia tidak memiliki road map yang baku dan konsisten, contoh nyata adalah RSBI yang dibatalkan oleh MK, dan UN yang selalu menjadi cemoohan masyarakat.
Pendidikan yang baik tentu harus bermula dari keluarga. Tiga hal saja yang harus dikuasai oleh putra dan putri kita sebelum mereka memasuki jenjang pendidikan setingkat akademi, atau pendidikan tinggi
- Olah Rasa : Pendidikan agama, budi pekerti, bahasa, seni dan sastra
- Olah Pikir : Aritmatika, logika, dan pilsafat
- Olah Raga: Dalam tubuh yang sehat akan terdapat jiwa yang sehat.
Selebihnya adalah keterampilan produktif sesuai dengan bakat, minat, dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh pendidikan lainjutan yang akan diikutinya, atau dipersyaratkan oleh dunia kerja yang akan dimasukinya.
Lebih baik mempelajari sedikit hal, tetapi banyak dan mendalam, daripada mempelajari banyak hal tetapi sedikit sedikit dan dangkal. Pendidikan adalah proses pembebasan manusia dari keterbelakangan, dan penindasan. Keterbelakangan dan penindasan ekonomi, politik dan penindasan dari yang kuat kepada yang lemah.
Semua dasar dari perjuangan adalah untuk mempertahankan hidup, tetapi banyak orang harus kehilangan kehidupannya karena soal yang sebenarnya sederhana saja. beberapa kejadian saling berakhir dengan kematian, karena memperebutkan sesuatu, atau karena ketersinggungan.
Lalu apa alasannya sampai terjadi korban, karena untuk mempertahankan hidup. Anehnya dengan alasan untuk mempertahankan hidup ternyata banyak orang kehilangan nyawa. Jika harus mempertahankan hidup, semestinyalah semua orang menjauhkan diri dari potensi kematian, dan pendidikanlah satu cara untuk membebaskannya./ Irwantra
Komentar Terakhir